(Madukara.com) Bandar Lampung, Lampung – Penangkapan 2 (dua) oknum anggota Brimob Polda Lampung oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri, ternyata masih menjadi perhatian.
Dua oknum brimob yang ditangkap yakni Kompol S dan Bripka L, diduga sebagai penyuplai amunisi senjata api untuk terduga teroris berinisial TW warga Metro
Keduanya ditangkap Densus 88 Antiteror bersama dengan tiga orang berinisial TW, AB, dan JD, terkait dengan tindak pidana terorisme di wilayah Lampung. Penangkapan itu dilakukan Densus 88 selama periode 9 sampai 11 November 2022.
Menurut Praktisi Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kayu Manis Lampung (KYUMIS), Osep Doddy ,S.H.,M.H mengatakan bahwa kasus dugaan keterlibatan oknum anggota Brimob Polda Lampung dengan teroris merupakan kesekian kalinya pembelajaran yang ditujukan untuk institusi Polri.
“Kita mengharapkan agar kasus ini bisa lebih transparan dan jangan sampai jadi blunder bagi institusi Polri. Penegakan hukum dan profesionalisme harus tetap harus dikedepankan,” kata Osep Doddy, saat dihubungi Sabtu (19/11/2022).
Sebagai Praktisi Hukum, Doddy menilai bahwa Polri mampu menghadapi badai yang menerpa seperti dua perkara besar (Kasus Ferdi Sambo dan kasus Teddy Minahasa). Polri harus tetap mengedepankan scientific investigation dan Presisi dalam menangani kasus oknum Brimob diduga menjadi penyuplai ke terduga teroris.
“Kenapa Scientific investigation, karena keakuratan dan kecermatan penyidik disitu. Agar kalau memang ini sifatnya terpapar, masih bisa direhabilitasi dan masih bisa pembinaan. Karena ini berbicara ideologi dan pemikirannya oknum,” jelas Doddy.
Kalau untuk pidananya, lanjut dia, maka itulah perannya Presisi sebagai motto Polri. “Benar tidak ada pidana yang dia dilanggar. Yang masyarakat butuhkan itu adanya keterbukaan dan penanganan yang profesional,” timpalnya.
Doddy melanjutkan bahwa Polri tidak harus menghindar dalam menangani kasus dugaan keterlibatan oknum Brimob dengan teroris secara transparan. Justru ini adalah kesempatan bagi Polri untuk melakukan pembenahan sekaligus menunjukkan bahwa Polri mampu bertahan di tengah badai yang melanda.
“Di era globalisasi dan di era transparansi seperti ini, Polri tidak perlu menutup-nutupi. Yang penting dituntut kecermatan, kebijakan berpikir dan kedewasaan dalam memimpin sehingga badai ini bisa dilalui sehingga ada kejelasan dalam kasus ini,” papar Doddy.
“Kalau oknum itu kan bisa terjadi kepada siapa saja. Siapapun bisa terpapar. Polri tidak perlu khawatir,” kata dia.
Doddy menambahkan, ini untuk kesekian kalinya lagi Polri harus berhadapan dengan badai. Tetapi, selama ini Polri mampu menyelesaikan kasus-kasus yang menimpa di internal tersebut.
“Kita harapkan di kasus ini pun Polri lebih terbuka, lebih bisa objektif sehingga kepercayaan masyarakat terhadap Polri itu makin baik lagi,” ungkapnya.
Saat ditanya terkait menyuplai amunisi ke terduga teroris, Doddy menjelaskan bahwa jika melibatkan anggota ada prosedur secara internal Polri. Disana ada Propam dan Paminal yang akan melakukan investigasi secara internal apakah memang para terduga ini bersalah atau tidak dan melanggar kode etik anggota Polri atau tidak.
“Tapi kalau di lain pihaknya lagi ini merupakan pidana. Tindak pidana terorisme. Ada Undang-undangnya sendiri. Tetapi semua itu masih praduga tak bersalah dan masih perlu pembuktian,” tututnya.
Hingga saat ini pihak kepolisian dan Densus 88 Antiteror belum memberikan keterangan resminya terkait penangkapan dua oknum anggota Brimob Polda Lampung terkait keterlibatannya dengan Teroris.
Diketahui, dua (2) oknum anggota Brimob Polda Lampung itu yakni Kompol S dan Bripka L . Kedua polisi yang ditangkap itu diduga memasok senjata ke kelompok teroris. Densus 88 disebut mengamankan senjata laras panjang, revolver, tiga magazine SS1, serta 800 butir peluru berukuran 5,56 milimeter dan 9 milimeter.
Keduanya ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri diduga sebagai pemasok amunisi senjata api kepada terduga teroris berinisial TI, warga Kota Metro, Provinsi Lampung, yang telah ditangkap di Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat. (rgr)